PENDIDIKAN
YANG MENUMBUHKAN
Oleh
: Anies Baswedan
Pendidikan adalah tentang masa depan. Pendidikan
adalah tentang menyiapkan generasi baru. Pendidikan tidak membentuk, tapi
pendidikan menumbuhkan. Karena ia menumbuhkan, maka yang diperlukan sangat mendasar
adalah bagaimana tanah tempat bibit tumbuh bisa subur dan juga iklim yang baik.
Kalau kita membayangkan anak-anak itu sebagai
bibit (biji), maka biji itu tidak kelihatan batangnya, tidak kelihatan akarnya,
dan tidak kelihatan daunnya karena ia masih biji. Sehebat apapun sebuah biji,
maka tidak akan kelihatan seluruh komponennya. Namun nanti ketika biji tanaman
itu sudah tumbuh berkembang, maka akan terlihat batangnya, akan terlihat
daunnya, akan terlihat buahnya, akan terlihat bunganya.
Kadang-kadang kita melihat biji seperti melihat
tanaman yang lengkap. Lalu kita ingin biji ini punya semuanya. Punya bunga dan
lainnya. Tentu tidak bisa. Untuk menjadi tumbuhan yang lengkap, biji itu
memerlukan waktu, memerlukan proses penumbuhan. Biji yang baik juga membutuhkan
lahan yang subur.
Di mana lahan yang subur itu? Di antaranya:
1. Di rumah.
2. Di sekolah.
3. Di antara rumah dan sekolah, yaitu di
lingkungannya.
Karena itu, ketika berbicara tentang pendidikan
maka bayangkan seperti kita menumbuhkan biji itu. Karena itu saya sering
mengatakan jangan gunakan kata membentuk, apalagi kalau akhlaq. Akhlaq itu
ditumbuhkan, karakter itu ditumbuhkan tidak bisa dibentuk.
Dulu saat kita sekolah pasti pernah praktek
biologi tentang dua tanaman yang satu dipasang dekat matahari, yang satu jauh
dari matahari. Beloknya beda bukan? Bibitnya sama, tanahnya sama, potnya sama,
arah tumbuhnya sama tidak? Maka jawabannya tidak sama. Jadi kita mau belok
kanan, belok kiri itu bukan daunnya yang dibelokkan, tapi rangsangannya yang berbeda.
Cuacanya diatur, lokasinya diatur. Karena itu mengelola sebuah sekolah,
mengelola sebuah institusi pendidikan itu adalah mengelola rekayasa.
Sebagai contoh, di rumah kita bisa menjadikan
anak kita menjadi anak yang individualis atau anak yang dekat dengan
saudara-saudaranya.
Misalnya sebuah keluarga dengan empat anak. Kita
buat setiap kamar ada kamar mandinya agar semuanya rapi, bersih semua. Kamar
mandi di dalam kamar. Sementara keluarga yang lain, dengan empat anak juga
memiliki rumah dengan kamar mandi satu, di luar kamar. Maka apa yang terjadi?
Keluarga yang pertama anak-anaknya tumbuh individualis. Semuanya diselesaikan
sendiri. Keluar kamar semua sudah bersih.
Sedangkan keluarga kedua, anak-anak tiap hari
rebutan kamar mandi: Ada yang sikatannya lama, ada yang kalau mandi harus
diketok-ketok, ada yang sering samponya ketinggalan. Mereka akan tumbuh berbeda
dengan anak-anak di keluarga pertama.
Oleh karena itu jangan bayangkan pendidikan itu
sesuatu yang tertulis, dibaca, dihafalkan, lalu diuji. Karena pendidikan itu
adalah proses pembiasaan. Jadi kita bisa merancang anak kita sesuai skenario
yang kita buat. Karena itu kemewahan keluarga dan kemewahan institusi
pendididkan adalah bagaimana membuat aturan main yang membentuk perilaku.
Saya berharap kita yang bergerak dalam bidang
pendididkan memikirkan rekayasa itu. Sekolah kita hari ini: anaknya abad 21,
gurunya abad 20, ruang kelasnya abad 19. Kalau mau memikirkan sekolah dan
pendidikan, maka pikirkanlah masa depan. Rekayasalah untuk masa depan.
Karena itu kalau mengukur keberhasilan anak-anak
kita sekarang, kita jangan lihat hari ini. Bijinya dinilai nanti kalau sudah
tumbuh baru akan nampak dan bisa dinilai, bijinya, daunnya, dan batangnya. Jangan
terlalu puas dengan penilaian hari ini. Penilaiannya besok, karena inilah
proses penumbuhan. Saya berharap Anda yang mengelola bidang pendidikan jangan
puas dengan ukuran hari ini dan siapkan masa depan.
Dalam proyeksi pendidikan abad 21, ada 3 komponen
yang mendasar:
1. Karakter/akhlaq
a. Karakter moral (iman,
taqwa, jujur, rendah hati)
b. Karakter kinerja (kerjakeras,
ulet, tangguh, tidak mudah menyerah, tuntas)
2. Kompetensi (berpikir kritis, kreatif,
komunikatif, kolaboratif/kerjasama)
3. Literasi/Keterbukaan wawasan (baca, budaya,
teknologi, keuangan)
Di masa sekarang, dalam ujian anak-anak disuruh
menjawab pertanyaan di sebuah kertas. Di masa depan mungkin ujian hanya dengan
kertas kosong tanpa pertanyaan.
Tukang pos bersaing dengan teknologi: WA, email.
Profesi hari ini belum tentu di masa depan masih ada, sehingga tanyakan kepada
anak-anak besok mau membuat apa. Jangan bertanya mau jadi apa.
Pengelola pendidikan jangan terpukau dengan
cerita masa lalu, tapi gelisahlah dengan masa depan. Kemenangan itu disiapkan
di ruang keluarga dan di ruang kelas. Di situ kebangkitan umat akan terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar